Klaim keajaiban ilmiah al qur'an

1. AL QUR'AN DAN ASTRONOMI

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Rebuttal: Apakah Qur’an memberi isyarat mengenai Big Bang?
MENGEMBANGNYA ALAM SEMESTA
Rebuttal: Apakah Qur’an memberi isyarat tentang alam semesta yang mengembang?
PEMISAHAN LANGIT DAN BUMI
Rebuttal : Apakah Qur’an menyebutkan bahwa alam semesta berasal dari ‘bahan gas’.?
GARIS EDAR
Rebuttal : Apakah Qur’an mengungkap secara akurat informasi mengenai tata surya?
BENTUK BULAT PLANET BUMI
Rebuttal : Apakah Qur’an menunjukkan bahwa Bumi itu bulat?
ATAP YANG TERPELIHARA
Rebuttal : Apakah Al Quran bercerita tentang atmosfer?
LANGIT YANG MENGEMBALIKAN
Rebuttal : Apakah siklus air lengkap disebutkan dalam Al Qur'an?

2. AL QURAN DAN FISIKA

RAHASIA BESI-
Rebutal : Besi bukan Rahasia dalam Al Quran
PENCIPTAAN YANG BERPASANG-PASANGAN
Rebuttal : Penciptaan berpasangan dalam Quran
RELATIVITAS WAKTU
Rebuttal : Relativitas Waktu dalam Al Quran?

3. AL QUR'AN DAN BUMI

LAPISAN-LAPISAN ATMOSFER
Rebuttal: Tujuh Lapis Langit
FUNGSI GUNUNG
Rebuttal : Gunung buatan Allah
ANGIN YANG MENGAWINKAN
Rebuttal :Ayat-ayat siklus Air

LAUTAN YANG TIDAK BERCAMPUR SATU SAMA LAIN

Rebuttal :
Harun Yahya dan Zakir Naik menganggap kalau Quran dengan tepat meneyatakan batas tak terlihat yang mencegah garam dan air tawar menyatu. Ayat yang mereka pakai adalah:

Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. S. 25:53

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing S. 55:19-20

kutipan berikut diambil dari artikel cerdas dari Andy Bannister dimana ia merespon pada seorang muslim yang membuat klaim serupa seperti Yahya dan Naik pada S. 25:53:

sekarang muslim yang berdebat dengan saya (didukung oleh yang lainnya) berargumen bahwa:

"ayat diatas dari Quran jelas merujuk pada pertemuan antara sungai-sungai besar dan lautan dan samudera yang lebih luas, dimana sungai dalam sebagian kasus masuk kedalam air laut ber mil-mil tanpa mencampurnya antara dua entitas air. Ini adalah fenomena yang sangat dipahami oleh ilmuan masa kini, juga, Quran dengan jelas dan tidak dapat diragukan menekankan pada alas an untuk itu, ketawaran yang satu dan keasinan yang lainnya, dalam istilah ilmiah, adalah perbedaan rapat jenis antara dua entitas, yang juga merupakan penjelasan yang diberikan ilmuan modern." (Suleiman, dalam thread "Scientific facts and Qur'an", soc.religion.islam, 4-Nov-99
Lihat http://www.deja.com/threadmsg_ct.xp?AN=544267403 dll.)

walaubegitu, saat anda membandingkan beragam terjemahan Qur'an, anda mulai melihat kalau ayat ini tidak bicara mengenai sungai, namun badan air, menurut bahasa Arab (terima kasih pada AlQuran-digital.com):

YUSUFALI: Adalah Ia yang membebaskan dua badan air yang mengalir: satunya tawar dan segar, dan satunya lagi asin dan pahit, Ia membuat batasan diantaranya, sebuah partisi yang terlarang untuk dilalui.

PICKTHAL: Dan Dia yang telah membebaskan dua lautan (walau mereka bertemu); satu tawar, segar dan satunya lagi asin, pahit; dan membuat penghalang dan larangan untuk mereka saling melewati.

SHAKIR: Dan Dia yang membuat dua lautan mengalir bebas, satunya tawar dan menghilangkan rasa haus karena kesegarannya, dan yang lainnya asin yang membakar lidah karena pahitnya; dan diantara keduanya Ia membuat batasan dan larangan yang tidak dapat ditembus.

sekarang agar sebuah penafsiran ilmiah modern berlaku, seseorang mesti menunjukkan kalau ini bukan dua laut atau dua lapisan air, namun saalh satunya adalah sungai. Orang Arab tidak membedakannya. Kenapa ini penting? Karena untuk menemukan sains modern di ayat ini, Harun Yahya et al harus memaksakan kalau salah satu badan air adalah sungai (air tawar) dan satunya lagi samudera (air asin). Mereka dapat memperkenalkan gagasan sungai air tawar mengalir ke laut dan tidak bercampur. Sekarang, diluar isu apakah (sebagaimana saya akan klaim) atau tidak (sebagaimana Harun Yahya et al klaim) dua air ini bercampur, ada sebuah isu yang lebih mendasar. Bila orang Arab tidak mengkhususkan saalh satunya sebagai sungai, maka ada penjelasan yang lebih sederhana.

1. "Laut" atau "badan air" atau "bahr" pertama adalah Laut Merah (dekat dengan Mekkah dan Medinah) dan diketahui oleh Muhammad, yang berair asin.
2. "Laut" atau "badan air" atau "bahr" kedua adalah daerah air tawar local (banyak oasis untuk dipilih).
3. Kedua "laut" atau "badan air" atau "bahr" ini terpisah oleh darata; ini adalah batas yang tidak dapat dilampaui masing-masing.
4. Karena surat 25:53 sesungguhnya komentar Muhammad pada mukjizat (seperti yang ia lihat), kalau Allah tampak memisahkan air asin dan air tawar.

Penafsiran ini memiliki sejumlah manfaat pada posisi yang diajukan Harun Yahya dan kawan-kawan yang akan mengklaim mukjizat ilmiah dari ayat ini. Manfaat ini antara lain:

1. Harun Yahya mengklaim kalau Muhammad mungkin tidak pernah melihat sungai mengalir ke laut (ia tinggal ribuan mil dari sungai dan laut). Bila Harun Yahya benar dalam pernyataan ini, maka ini cocok dengan penafsiran saya di atas seperti pikiran Muhammadmengenai air tawar dan air asin yang tidak bertemu.
2. Ini artinya Surah 25:53 dapat diterapkan pada saat ayat itu di tulis (sekitar 600 M) dan masa kini; Muslim yang pertama membacanya akan paham dan bersyukur kepada Tuhan atas rahmatnya, seperti yang bias dilakukan orang muslim sekarang. Penafsiran alternative memerlukan kalau ayat ini tidak bermakna selama 1.300 tahun hingga kita dengan sains modern kita menemukan maknanya. Jadi Qur'an tidak relevan pada semua orang sepanjang zaman.
3. Ini menjelaskan kenapa Muhammad menulis surah 25:53. Bukannya tidak memiliki konsep sungai/samudera dan bercampur/tidak bercampur, ia akan, memahami pentingnya air tawar, terpisah dari air asin yang tidak dapat diminum, sebagai contoh rahmat Allah dan berarti pantas untuk disyukuri.

Agar surah 25:53 mendukung posisi "sains modern membuktikan Qur'an", maka penafsiran penafsiran diatas mesti ditolak agar yang pertama benar, dengan tidak ada argument nyata yang membantu penafsiran pertama maka itu berarti benar karena itu mukjizat! (Catat: penafsiran Harun Yahya tidak menunjukkan kalau Qur'an memuat mukjizat, namun penafsirannya yang membuat Qur'an menjadi special).

Tafsir mengenai dua badan air/laut adalah Laut Merah dan air tawar local manapun, dan batasan sebagai tanah kering sesungguhnya didukung oleh Ibn Kathir!:

Wahuwalladzi marajal Bahraini.
Maknanya Ia telah menciptakan dua jenis air, tawar dan asin. Air tawar seperti di sungai, kali dan kolam, yang segar, dan dapat diminum. Ini adalah pandangan Ibn Jurayj dan Ibn Jarir, dan ini artinya tanpa diragukan,tidak ada satupun di alam ciptaan Allah dimana lautan terasa tawar dan dapat diminum.

Hazaa Azbun Furatun.

Allah telah memberitahu kita mengenai kenyataan sehingga kita dapat menyadari nikmat dari Nya dan bersyukur pada Nya. Air tawar adalah yang mengalir dan menyegarkan orang. Allah telah membagikannya pada mahlukNya menurut kebutuhannya; sungai dan kali di setiap negeri, menurut apa yang mereka butuhkan untuk mereka dan tanah mereka sendiri.

Wa Hazaa Milhun ujajun.
Maknanya asin, pahit dan tidak dapat ditelan dengan mudah. Ini seperti lautan yang kita kenal di barat dan timur, Samudera Atlantik dan Selat-selat yang menujunya, Laut Merah, Laut Arab, Teluk Persia, Laut China, Samudera Hindia, Laut Tengah, Laut Hitam dan seterusnya, semua lautan yang stabil dan tidak mengalir, namun mereka bergejolak saat musim dingin dan saat angina kuat, dan mereka memiliki pasang surut yang mengalir. Pada awal bulan mereka pasang dan banjir, dan saat bulan mulai pudar, mereka surut kembali ke tempat awal mereka. Saat sabit bulan selanjutnya muncul, pasang menurun. Allah SWT, Yang kekuasaanNya mutlak, telah membuat hukum-hukum ini berlaku, sehingga semua lautan tetap, dan Ia telah menjadikan air mereka asin, sementara bumi menjadi buruk, dan tanah busuk karena hewan yang mati. Karena airnya yang asin, udaranya sehat dan yang mati didalamnya dapat dimakan. Karena itu Rasulullah mengatakan kalau air laut dapat dipakai untuk Wudu' lewat hadist yang dikatakan oleh Malik, Ash-Shafi'i dan Ahmad, dan oleh para ahli Sunan dengan rantai narasi yang baik [Jayyid].

Wa ja'ala baynahuma.
Maknanya, antara air tawar dan air asin.

Barzakh.
Maknanya dinding, yaitu DARATAN KERING.

Wa Hijram makhzur.

Maknanya sebuah batasan, untuk mencegah salah satu menyentuh yang lain. Ini seperti dalam ayat (55:19-21) (Tafsir Ibn Kathir - Volume 7 Surat An-Nur hingga Surat Al-Ahzab ayat 50, halaman. 184-186; penekanan pada huruf besar adalah gubahan penulis)

jadi, apa yang dinyatakan sebagai pernyataan ilmiah mendahului masanya berubah menjadi sesuatu yang dengan mudah diamati siapa saja. Bukannya batasan ini sesuatu yang tidak terlihat oleh mata telanjang, ia sesungguhnya tidak lebih dari daratan yang kering. Masalahnya belum selesai lagi. Dr. Willaim Campbell mencatat:

Frase "sebuah potongan yang terlarang untuk dilewati" menyajikan dua kata dengan akar yang sama. Ini dilakukan dalam bahasa arab untuk menekankan apapun yang sedang dibahas. Kata "Hijr" berarti – dilarang, kata yang sangat kuat, dan kata kedua yang merupakan bentuk lampau memiliki makna yang sama. Jadi sangat literal kita menterjemahkan ini sebagai "Ia (Tuhan) membuat diantaranya sebuah tongkat dan sebuah larangan keras".

Dr. Bucaille sempat membahas ini, namun Dr. Torki menghabiskan dua setengah halaman untuknya dengan bahasan panjang tentang tekanan osmotic dan bagaimana ia terbukti lewat tabung U dan selaput semi permeable di laboratorium. Ia kemudian menyimpulkan dengan mengatakan,

"Muhammad tidak punya laboratorium, tidak juga alat riset untuk menemukan semua misteri ini dan memahami halangan ini yang jelas tertulis dalam Qur'an. Ini membuktikan kalau kitab ini tidak dikarang oleh manusia, namun karya Satu Tuhan."

Walau begitu, pertanyaan harus diajukan kembali, apakah kita tidak berhadapan dengan sebuah fenomena yang dapat diamati? Bukankah itu disajikan sebagai fakta yang menunjukkan nikmat tuhan? Bukankah semua nelayan yang mencari ikan di muara sungai yang kosong menuju air asin tahu fakta ini?

Sementara berdagang untuk Khadija, Muhammad berkelana hingga sejauh Aleppo, di utara Damascus di Syria. Apakah tidak mungkin kalau suatu saat dalam perjalanan ini Muhammad turun ke pantai di Syria atau Lebanon; atau berbicara dengan seorang nelayan yang tahu kalau air tetap tidak bercampur di laut tengah sana?

dalam buku terbarunya Dr. Bucaille, sendiri memuji orang primitive atas kemampuan mereka mengamati dan menggolongkan. Ia menulis,

"Para naturalis menceritakan bagaimana mereka terkesan dengan ketelitian suku primitive tertentu, tanpa menerima pendidikan luar mengenai subjek tersebut, namun berhasil membedakan spesies hewan yangmengelilingi mereka, dan tiba pada klasifikasi yang hamper setara seorang pakar."

Tentu benar dengan menganggap kalau mereka dapat mengamati hewan dengan skill demikian, maka mereka juga mengamati fenomena alam lain yang mengelilingi mereka seperti air tawar di laut.

Aneh, membaca ayat ini sebagai ayat yang menunjukkan pengetahuan ilmiah modern dapat memunculkan lebih banyak pertanyaan dari pada solusi, karena tafsiran demikian juga akan menuntut akurasi ilmiah abad ke20 pada pengukuran. Saat Tuhan membuat "sebuah batas dan potongan yang terlarang untuk dilalui", kedengarannya seperti larangan 100%. Tidakkah kita paham dan menafsirkan ayat ini sebagai "kedua jenis air ini tidak boleh bercampur!"?

Faktanya, tidak ada batang, atau selaput semi permeable, di laut yang melarang pencampuran keduanya dan gaya-gaya yang sesungguhnya ada membantu pencampuran.

Seorang rekan ilmuan berkomentar pada masalah ini,

"Memang air tawar dan air asin terpisah secara fisik (keluaran dari sungai menggantikan air laut), namun tidak ada batasan. Seara termodinamis atau secara energies – campurannya bersifat spontan, dengan proses yang seketikan, sangat ditentukan oleh pertimbangan entropi. Satu-satunya batasan adalah kinetik, dimana perlu waktu sedikit untuk mencampur kedua zat tersebut bersamaan."

Dr. Bucaille mengenali hal ini, jadi ia menambahkan sebuah fakta kualitatif, anggapan dasar kecil lainnya. Beliau menulis "pencampuran air mereka (sungai) dengan air asin biasanya tidak terjadi hingga jauh ke laut." (Campbell, pp. 166-167)

Jadi, baik Quran dan Ibn Kathir salah khususnya dalam komentar Ibn Kathir diatas:

"… tidak mungkin ada laut yang tawar dan segar."

Dan,

Wa Hijram makhzur.

Maknanya sebuah batasan, untuk mencegah salah satu menyentuh yang lain.

KEGELAPAN DAN GELOMBANG DI DASAR LAUT

Rebuttal:
"Mukjizat" selanjutnya yang membutakan teman kita adalah ayat 24:40:

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.

Harun Yahya membayangkan bagaimana Muhmmad dapat mengetahui kedalaman laut itu gelap. Saya harap sahabat kita ini bias sedikit punya akal sehat. Bukankah sudah jelas pada siapa saja yang pernah menyelam dalam air kalau semakin dalam anda menyelam air akan semakin gelap? Tuan Harun Yahya membayangkan kalau semua orang di dunia ini goblok dan tidak dapat memahami fakta sederhana ini yang bisa diamati setiap orang. Anda mengejutkan saya tuan harun yahya. Tidakkah anda tahu kalau di dalam air ada lebih sedikit cahaya? Apakah engkau membaca Quran untuk mempelajari fakta sederhana ini yang diketahui bahkan oleh orang yang tidak pernah tahu sains modern sekalipun?

saya terkesan betapa putus asanya harun yahya dalam mencari mukjizat dalam pernyataan paling kabur dalam Quran

Tuan Harun Yahya yang terhormat (saya sering dikritik terlalu kasar dengan anda), tolong pahami kalau ayat ini tidak mencoba menjelaskan pada pembaca seperti apa samudera dalam itu namun memberikan contoh keadaan orang kafir dengan sesuatu yang sudah dikenal masyarakat. Ini menunjukkan kalau orang yang membaca ayat ini sudah tahu kalau kedalaman samudera itu gelap dan dengan contoh ini, Muhammad mencoba membuat mereka membayangkan keadaan orang kafir. Kalau mereka tidak tahu kalau kedalaman air itu gelap maka ayat ini tidak akan mencerminkan apa yang ingin ia sampaikan. Bila saya beritahu anda kalau baju saya sama hijaunya dengan topi saya, sementara anda tidak pernah melihat topi saya, anda tidak akan paham seberapa hijau baju saya dan ucapan saya tidak akan jelas bagi anda. Ingat, kejelasan adalah salah satu klaim Quran. Namun bila saya bilang baju saya hijaunya seperti pohon jambu, anda akan segera tahu sehijau apa yang saya maksudkan.
Lebih lanjut, Muhammad tidak bicara mengenai "samudera yang dalam". Di samudera yang dalam anda tidak perlu membentangkan tanganmu seperti yang dikatakan Muhammad, untuk melihatnya. Anda tidak dapat melihat tangan anda tanpa membentangkannya.

KADAR HUJAN
Rebuttal:
Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur). (Qur'an 43:11)

Kata menurut "kadar" dapat diterapkan untuk apa saja. Ia dapat hujan rintik-rintik, hujan biasa atau hujan lebat, dll. Setiap orang yang terpelajar pasti paham hal itu.
Apa mukjizat ilmiahnya? Bila anda berpikir itu, terserah anda. Kalau saya diminta setuju dengan anda, jangan harap, quran harus mengatakannya secara kategoris dan memasukkan penemuan ilmiah modern dalam ayatnya.

Saya tidak tahu, berdasarkan pola logika anda, saya yakin kita dapat menemukan 'mukjizat ilmiah' dalam banyak tulisan dan karya sastra masa lalu.

PEMBENTUKAN HUJAN
Rebuttal :Apakah Qur’an bercerita tentang “siklus air”?

PERGERAKAN GUNUNG
Rebuttal : Gunung buatan Allah
4. AL QUR'AN DAN BIOLOGI

BAGIAN OTAK YANG MENGENDALIKAN GERAK KITA
rebuttal : Bagian otak apa KELAHIRAN MANUSIA
Rebuttal: Apakah Qur’an menceritakan tentang fakta2 embryologis?
SETETES MANI
Rebuttal : setetes cairan atau mani
CAMPURAN DALAM AIR MANI
Rebuttal: Mari kita lihat Galen
JENIS KELAMIN BAYI
Analisis
SEGUMPAL DARAH YANG MENEMPEL PADA RAHIM
Rebuttal : Manusia diciptakan dari segumpal darah?
PEMBUNGKUSAN TULANG OLEH OTOT
Rebuttal : Sebagian kritik
TIGA TAHAPAN BAYI DALAM RAHIM
Rebuttal : Ibn Qayyim Al-Jawziyya (1291-1351)
AIR SUSU IBU
Rebuttal : Panjang kehamilan?
TANDA PENGENAL MANUSIA PADA SIDIK JARI
Rebuttal: Mengenai sidik jari

5. INFORMASI MENGENAI PERISTIWA MASA DEPAN DALAM AL QUR'AN

INFORMASI MENGENAI PERISTIWA MASA DEPAN DALAM AL QUR'AN
Rebuttal : Ramalan tak mungkin salah

KEMENANGAN BYZANTIUM
rebuttal: Seorang nabi harus meramal

Kecepatan cahaya dalam Al Quran
Richard Carrier
Tidak ada akhirnya hal-hal aneh di klaim fundamentalis muslim. Yang terbaru adalah A New Astronomical Quranic Method for The Determination Of The Greatest Speed C oleh Dr. Mansour Hassab-Elnaby. Ada ratusan argument meragukan semacam ini di internet (paling tidak saat saya menulis ini). Namun kita perlu menunjukkan betapa kaburnya argument tersebut (lihat, sebagai contoh essai saya yang lain: Cosmology and the Koran: A Response to Muslim Fundamentalists, 2001). Saya rasa ini adalah strategi shotgun—membuat begitu banyak klaim liar sehingga kaum skeptis tidak mungkin dapat mengatasinya semua karena keterbatasan waktu, dan mengklaim kemenangan.
Orang lain sebenarnya telah mennyanggah argument kecepatan cahaya ini: lihat Review sederhana oleh Dr. Arnold Neumaier dari Institute of Mathematics at the University of Vienna.
Pemikiran saya sendiri adalah sebagai berikut:
(1) Hal pertama yang saya temukan adalah ia berdasarkan pada orbit bulan dan rotasi bumi—keduanya telah melambat seiring waktu (sebagai contoh, satu tahun di bumi panjangnya 400 hari pada 60 juta tahun lalu, dan orbit bulan membesar dan kecepatannya melambat, keduanya karena gesekan gravitasi antara kedua benda langit: lihat Did the Earth rotate faster in the past? and Is the Moon moving away from the Earth?, oleh Dr. Sten Odenwald, 1997). Jadi, kecepatan bumi dan bulan (dan keliling orbit bulan) berbeda 1400 tahun lalu dengan sekarang. Jadi, pada waktu mana dalam sejarah bumi perhitungan ini didasarkan? Muslim membuat argument ini memakai perhitungan masa kini, bukannya di ekstrapolasi ke tahun dimana Quran diturunkan. Tapi mengapa memakai nilai yang diperoleh untuk 2001, hamper 14 abad kemudian? Dimana itu ditunjukkan dalam quran? Jadi sejak awal saya sudah curiga…
(2) Hal kedua yang saya temukan adalah ayat dalam quran yang dipakai sesungguhnya sebuah paraphrase dari taurat (Ps 90:4) dan perjanjian baru (2 Pe 3:8), dan tidak unik dalam quran sama sekali. Faktanya, dalam semua kebudayaan ANE "seribu" adalah kata standar untuk "banyak tak terhitung", " sebuah jumlah yang amat banyak." Dalam bahasa yunani, contohnya, dipakai chilia, dalam bahasa latin, dipakai kata milia. Dalam bahasa Hebrew juga demikian. Jadi, dari konteks budaya sulit melihat ini sebagai ukuran yang tepat. Saya akan jauh lebih terkesan bila quran mengatakan satu hari setara dengan 1,023 dan 2/3 tahun, atau yang sejenis, menghasilkan hasil tepat yang mutlak (paling tidak dimasa quran di anggap diturunkan—jadi Allah melewatkan sebuah kesempatan besar untuk memberikan bukti ideal matematis saat quran diturunkan…oh well, tuhan manapun selalu terlihat tidak pandai dalam masalah logistic…Saya rasa kita mesti menganggap Allah itu semacam Homer Simpson kosmis).
(3) Ketiga, tidak ada dalam quran mengatakan mengenai sesuatu yang mengenai jarak dalam seribu tahun. Ayat yang ditafsirkan (32:5) hanya mengulangi kalau tuhan itu maha besar dan sehari baginya seribu tahun. Pada terjemahan terbaiknya ia dapat dijadikan referensi pada periode seribu tahun dimana dunia akan naik, namun pada jarak berapa jauh tidak dinyatakan atau di tunjukkan. Jadi kita mulai berjalan di es yang subjektif saat ini.Ayat yang actual adalah:
[32.4] Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy.Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? [32.5] 5. Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Tidak ada hubungan disini dengan bulan (atau dimana pun di surat 32), atau berapa jauh jarak yang ditempuh, dan petunjuk mengenai cahaya benar-benar tidak ada. Bila bukan untuk imajinasi besar Dr. Hassab-Elnaby, tidak ada yang berpikir kalau "urusan" itu berarti "cahaya". Sebaliknya "urusan" jelas merujuk pada alam semesta secara keseluruhan (yaitu segalanya "dari langit dan bumi," objek pada ayat sebelumnya) dan "kemudian itu naik kepadaNya" paling tepat merujuk pada kiamat, lewat frase "dalam satu hari", pada tingkat manapun kita menebak bagaimana cahaya "naik" atau bagaimana kita bias tahu kalau cahaya yang naik, lebih kurang ia naik dalam jarak yang tepat 12 ribu orbit bulan. Sesungguhnya, seperti diamati oleh Dr. Neumaier, bacaan ini menunjukkan kalau tuhan secara fisik berada satu hari cahaya dari bumi! Bagaimana pula dengan sifatNya yang ada di mana saja. Mungkin islam adalah agama yang diwahyukan oleh alien pembuat piramida? Von Daniken, silakan menyingkir!
(4) Keempat, pengarang Muslim menutup hasilnya dengan memasukkan hal yang kabur mengenai kompensasi heliosentris. Ia membuatnya tampak nyata dengan menciptakan sebuah hubungan palsu dengan postulat kedua Einstein dalam relativitas khusus (mengkaitkan relativitas umum dengan khusus), yang menyatakan kalau teori spesial berlaku tanpa pengaruh gravitasi—sehingga dalam adanya gravitasi , persamaan transformasi dibutuhkan. Namun tidak ada dalam matematikanya Dr. Hassab-Elnaby menyatakan kekuatan medan gravitasi matahari, jadi jelas ia tidak menerapkan factor transformasi nyata sama sekali.
Persamaan yang dipertahankan Dr. Hassab-Elnaby adalah sebagai berikut:
C = 12.000 [revolusi bumi mengelilingi matahari] x 3682,07 [kecepatan orbital rata-rata dari bulan saat ini dalam km/jam] x 0,89157 [factor kompensasi untuk gravitasi heliosentris] x 655, 71986 [panjang dalam jam dari satu transit orbit bulan lengkap saat ini] / 86164,0906 detik [satu hari sidereal di bumi saat ini] =299792.5 km/s
Bilangan mendasar, satu-satunya yang tidak punya keabsahan disini namun diperlukan agar hasilnya dapat menghasilkan kecepatan cahaya, adalah factor kompensasi. Tidak ada landasan mengapa ini harus dimasukkan. Perhitungan tanpa ini akan sepenuhnya benar apakah sistem itu mengorbit matahari atau tidak. Lebih lanjut, tidak ada logikanya mengalikan kecepatan bulan dengan kosinus (mengapa harus kosinus? Tidak ada jawaban) dari derajat sudut matahari yang dilewati bumi dalam satu bulan sidereal (kenapa satu bulan? Tidak ada jawaban).
Pemasukan kabur ini dicatat oleh Dr. Neumaier, yang menyebutnya "omong kosong murni". Ia juga cukup pintar untuk menangkap fakta kalau bila kita harus memasukkan itu (atas alasan apapun), maka akan membatalkan pertimbangan kalau sistem matahari-bulan-bumi berevolusi mengelilingi pusat galaksi (dan, Saya bisa tambahkan, gerakan orbital bima sakti dalam kluster local), namun Dr. Hassab-Elnaby tidak memikirkan ini. Ooops!
Pada akhirnya, apa yang para fundamentalis Islam sesungguhnya lakukan adalah mencari barisan bilangan-bilangan yang dapat mereka gali dan menghasilkan bilangan apapun yang siginifikan dengan sains modern, kemudian mengklaim kalau Quran meramalkan sains modern. Namun ini seperti mengatakan, mengenai keluar biasaan namun kebetulan yang disengaja, adalah kalau Elvis is the Son of God. Ingatlah: semua ini dimulai dari tidak lebih sebuah kalimat biasa "sehari seperti seribu tahun." Dari ini Dr. Mansour Hassab-Elnaby mendeduksi kecepatan cahaya! Paling baik ia bisa mengklaim kalau ada kebetulan yang luar biasa antara jarak yang ditempuh bulan dalam seribu tahun bulan, dan jarak yang ditempuh cahaya dalam satu hari, namun Quran sesungguhnya gagal meramalkan ini, karena ia gagal menyatakan kalimat yang sesederhana itu, dan tidak pernah menyebutkan cahaya atau, dalam konteks itu, bulan. Namun ia tidak dapat bahkan mengklaim ini, karena matematikanya tidak bekerja demikian. Ia harus menemukan bilangan sembarang dan dengan demikian kabur "kosinus 27 derajat busur" agar hasilnya sesuai keinginan.
Homines quicquam credent. Orang akan percaya apa saja.

Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-ShareAlike 3.0 License